Keberni Gayo – Jum’at tanggal (05/10/12) acara Keberni Gayo live kembali di Televisi Kebanggaan Orang Aceh (Aceh TV), kali ini mengambil tema tentang kempus dan kreatifitas dengan narasumber Fitria Larasati (Mahasiswa Fakultas Teknik Arsitek Unsyiah) dan Hayati, M. Ag (Dekan Bidang Akademik Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh).
Satu ungkapan yang menarik disampaikan Fitria Larasati, kalau orang belajar dua jam sehari maka kita harus empat jam, dan kalau orang belajar empat jam maka kita harus enam jam. Ungkapan tersebut dibuktikannya sehingga ia dapat menjadi mahasiswa berprestasi pada tahun 2012 se Universitas Syiah Kuala. Ia menyebutkan bahwa untuk mendapatkan prestasi tersebut harus melalui beberapa tahapan, diantaranya mencari adalah dengan mencari informasi melalui internet dan kemudian mendaftar dengan memenuhi syarat-syarat, yaitu harus memiliki IPK lebih dari 3.00 secara terus menerus, mempunyai karya ilmiah yang dipublikasi di koran arau jurnal serta memiliki riwayat kegiatan keorganisasian serta prestasi lain yang di muat dalam CV (Curiculum Vitai).
Juga harus ada satu hasil penelitian yang dipresentasikan dengan bahasa Inggris. Dan ketika ditanya tentang hasil penelitian yang dipresentasikan, Laras menjawab penelitiannya tentang arsitektur rumah pemulung. Kenapa hal ini yang diteliti, beliau kembali menjawab bahwa ia termasuk orang yang peduli dengan masalah-masalah sosial, seharunya dalam sebuah rumah harus ada bagian depan, bagian tengah dan bagian belakang. Bagian-bagian ini mempunyai fungsi masing-masing, seperti bagian tengah bagi mereka yang sudah berkeluarga, bagian belakang untuk orang tua dan bagian depan untuk anak-anak. Tetapi bagaimana dengan pemulung yang rumahnya hanya satu petak dan tidak ada ruang lain, semua aktivitas dilakukan di ruangan tersebut, bukankah seolah mereka tidak menikmati kehidupan sebenarnya padahal mereka adalah orang Aceh, tinggal di Aceh, tapi kenapa mereka menumpang di tanah milik mereka, mereka menjadi asing dari saudara-saudara mereka. Itulah yang menarik perhatian Laras untuk meneliti rumah pemulung.
Sebagai tenaga pengajar di Perguruan Tinggi, Ibu Hayati menambahkan bahwa itulah artinya sebagai mahasiswa, dimana mereka harus tanggap dengan apa yang ada dan terjadi di sekitar mereka. Karena di Perguruan Tinggai dikenal adanya Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian. Karenanya mereka yang berprestasi adalah mereka yang unggul dalam ketiga bidang tersebut. Banyak diantara mahasiswa yang lalai dengan belajar, namun mereka tidak pernah meneliti atau juga tidak peduli dengan kegiatan keorganisasian dan kemasyarakatan, sehingga mereka yang demikian tidak dapat dikelompokkan sebagai mahasiswa berprestasi.
Sebagai seorang Peneliti Ibu Hayati juga mengatakan, bahwa apa yang dilakukan Larasati adalah hal yang luas biasa, karena hanya dengan ketajaman intlektual dan kepedulianlah seseorang dapat melihat apa yang dapat dijadikan sebagai permasalahan dalam penelitian. Terkadang hal seperti itu tidak menarik bagi orang lain namun bagi mereka yang mempunyai kepekaan intlektuan itu adalah sangat menarik dan perlu diangkat kepermukaan.
Ketika pertanyaan tentang sejak kapan ia mulai belajar bahasa Inggris. Ia menjawab menjawab telah banyak tempat les bahasa Inggris di Takengon, itu artinya ia telah mempersiapkan diri untuk bahasa Inggris sejak masa sebelum kuliah. Kendati Larasati masih duduk di semester VII jurusan Arsitek, ia juga telah sering menjadi anggota peneliti bersama dosennya di Fakultas. Untuk itu Ibu Hayati memberi dorongan kepada Larasati supaya nanti setelah selesai dari Starata satu terus lanjut ke Strata dua.
Akhirnya kedua narasumber berharap kapada mahasiswa baru yang baru duduk di semester satu, supaya jangan pernah berhenti untuk belajar dan jangan pernah menganggap jurusan yang dipilih itu salah. Karena ilmu apapun yang didapat secara bersungguh-sungguh pasti berguna, Insya allah. (Jamhuri)