Blues
maka,kembalilah lidah dari diam ke bahasa
perbincangan diantara teh dan kopi robusta
diluar hujan tak surut meleleh diatas tanah
disini kata kata tersambung menjadi kalimah
tak sampai selesai,terpotong suara desis gerimis
tak berujung noktah,tertumpuk suara hibuk
orang orang yang mencari kehangatan musim
saksopon mengalun merdu,serupa adagio
langkah kaki dari yang basah,masuk tanpa permisi
menelusuri meja dan memesan segelas kopi
kau tangkap perbincangan,meruncing ke inti
kemari.disini kita terus mengurai pecahan tanya
darimulai basa basi hingga serius yang berarti
percakapan yang memakan bibir dan hati
kau,tak mengerti betul.tentang lidah yang tumpul
menghadapi dinginnya musim diluar kafe ini
semestinya,terkungkung disini adalah pilihan suci
ketimbang diluar menerabaskan diri dengan hujan
kau tahu,tiang lampu sendiri berhujan hujan
dan payung yang kau sandarkan di pojok kafe
tetap menguncup,meski hujan semakin menyusup
diluar,kelahi angin dan hujan mencipta badai
titik titiknya merembes di kaca yang tak bergeming
menyermini kita berdua,seolah ia pe-make up artis
dan drama yang kita perankan ini,sudah lalai
tinggal saja yang telah usang di gudang
tak ada yang menunggu perbincangan yang lalu
diulas ulang kembali,
hanya untuk menyenangkan hati bujang
kau kecap pahit robusta,sudahlah pesan lagi
kali ini pilih arabica,agar kopi semakin tertawa
sedang aku tetap teh saja.bahkan mereka bergoyang
di lidahku yang dingin menatah sariawan
kau masih betah,kan disini?di luar tetap hujan
akan tumbuh banyak spora di kayu lapuk
dan sekelompok laron di pendar lampu yang menumpuk
ingatlah orang orang yang memendam bahasa kesejuta
mereka hanya bisa mengernyit.mencoba mengartikan
semua suasana yang telah ada.seandainya penguin
meluncur bebas ke samudra dan takkan kembali,
telur yang dierami si jantan akan yatim
tanpa ibu untuk menyuapi daging ikan
dari paruh besarnya ke paruh yang kecil
tak ada yang mesti kau khawatirkan diluar
tatap saja kopimu dan sekeliling kafe ini
dan cobalah duga terka cuaca esok hari
hujan tak ingin berhenti kali ini
ada yang coba ia katakan
kepada bumi,sebelum ia masuk ke tanah
ia ingin sesuatu dari sini,tapi masih semu
2012
–
Es Kopi
seberapa lama asap yang kau timbulkan
masih nampak di mata dan ambang udara?
dan seberapa lama,infus membikin merdeka
atas kata kata yang menjadi dingin di gelasnya,
mencipta berbagai puisi di ambang kata?
2012
–
Rokok dan Kopi
:andreas kharisma
di pukul angin,anwar pergi di pukul angin.
siapa yang merasa dingin? pukul berapa engkau
memaklumatkan keadaan sebagai waktu yang larut-
00.00 atau setelah menempuh hari yang baru,00.01?
aku akan menutup mulut tentang semua batang
yang mulai membakar tubuhnya.yang jika tak di hisap,
cuma terhambur sia sia di lahap angin yang terlalu lapar
detik yang membungkus menit yang membungkus jam
semakin mengertapkan atap rapuh menunda perbincangan
yang termakan cepat lalu.kita mula mula membiasakan
genting genting ramping beringsutan lalu bergaduhan
di tiup angin santer.terus bersitumbukan dengan pembatas
pembatas yang di tempelkan agar menahan angin dingin:
yang berada di dalam dada sebagai rambut.
segelas laut hitam mulai terombang ambing hembusan
dari lubang mirip mulut,kapal kapal di sana semakin berapi,
“itukah alasan mereka di namakan kapal api ?”katamu dengan terus
mencampuri kehendak kosongku.bukankah kita pernah
menemukan bungkus yang mengecap gambar kapal yang
tengah berapi,meski di ganas laut hitam yang semakin manis
ketika malam makin malam.katamu,hitam disini bukan berarti lautan,
namun perasaan perasaan terbuang ketika sms tak dibalas oleh kekasih,
patah hati,dan jenuh dengan semua keadaan yang membentuk rutinitas.
ataucuma kau menuduhku,membawamu menghembus laut hitam
sekadar menggelombangkan pikiran puisi,–bukan,bukan itu.di sini
kita cuma memandang jalan jalan yang memasang berbagai
atribut kehidupan;yang memajang pesona pesona baru wajah perawan
dan memajang kisah hidup kita sebagai teman.
2013
—
Bagus Burham, lahir di Kudus Jawa Tengah, 31 Agustus 1992. Puisinya terkumpul dalam antologi dwilingual-Flows into the Sink into the Gutter(Shell-2012),Love Poems(Lissa,2012) dan Dari Sragen Memandang Indonesia (Dewan Kesenian Sragen,2012). Beberapa karya termuat di media seperti; Suara Merdeka, Radar Seni, Harian Lahat, Buletin Jejak dan jurnal Santarang. Saai ini Bagus Burham tinggal dan beralamat di JL.Pramuka No. 45, Kudus Jawa Tengah.
Puisi-puisi karya Bagus Burham dinyatakan lulus seleksi tahap pertama dari sejumlah karya yang dikirimkan, dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan The Gayo Institute (TGI) yang dieditori oleh Fikar W Eda dan Salman Yoga S.