Oleh : Said Muslim Linge*
DAHSYATNYA kerusakan moral politik dari tahun ke tahun di Aceh Tengah sering menimbulkan reaksi luar biasa, awal Tahun 2016, diyakini akan berlangsung pertemuan-pertemuan kecil secara intensive dari para petarung-petarung politik dengan konsituen pendukung utama guna menentukan langkah-langkah strategis untuk meraup suara maksimal pada pilkada tahun 2017 nanti.
Dana bantuan atau cost politik akan diperoleh dari para donator bahkan mungkin saja dari lembaga lainnya serta dari simpanan pribadi yang dikumpulkan beberapa tahun silam.
Reaksi ibarat gayung bersambut dari seluruh tim dalam menentukan konsep sebagai upaya untuk pemenangan dan bahkan sampai pada titik propaganda.
Patut dicatat, porsi dana bantuan dalam jumlah besar akan diperoleh dari Rekanan Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultansi yang selama ini mendapat kesempatan berpartisipasi dalam penanganan proyek, Arus dana bantuan tersebut diduga nantinya begitu kuat mengalir bahkan mencapai rekor 1 (satu) milyard dari sang pengusaha dan hal ini memungkinan sesuai UU, apabila ini terjadi tentunya akan ada konsekuensi khusus terhadap donator tersebut.
Cerita pengalaman yang katanya pernah menjadi donator masa lalu menunjukkan niat baik tidak selalu berarti terwujudnya janji berbalas budi.
Efekt
Tantangan ke Depan
Tantangan yang menghadang ke depan amatlah besar, kiranya calon bupati nantinya janganlah sesumbar menjanjikan Aceh Tengah akan beginilah – begitulah, Rakyat bosan dengan segala ketidak pastian.
Dapat dipahami janji-janji yang tidak terwujud dan tidak menjadi komitmen nyata maka apabila terpilih bisa dikatakan “Bupati Pecogah”.
Kita berharap Bupati terpilih nantinya dapat mendeliver dan berkomitmen membangun Aceh Tengah menuju Gemilang, sehingga komitmen akan didefinisikan sebagai fungsi kredibilitas dan keterlibatan seluruh stake holder untuk bertanggung jawab memajukan Negeri Antara dengan posisi sesuai bidang masing-masing. (jangan caplok kesana-sini/sinume orosente nti oros katinti murol)..
Naluri bisnis seorang kepala daerah sangatlah diperlukan dalam koridor khusus, dengan ini diharapkan agar Aceh Tengah bisa kelebihan dana dari RAPBK, bila ini terjadi maka akan memberikan ruang gerak yang leluasa terkait dengan inflasi yang meningkat cepat dan membuka peluang untuk membenahi kembali Aceh Tengah menjadi lebih baik, tak hanya sekadar membangun Infrastruktur namun yang terpenting adalah upaya meningkatkan ekonomi masyarakat. Tentunya segala proses ini harus dikelola hati-hati, antara lain karena melibatkan tanggung jawab dan risiko hukum..
KEUANGAN: Tujuh Kunci Pengelolaan Dana Bant
Membangun Kredibilitas
Diantara serangkaian salah satu tanggung jawab moril Bupati nantinya adalah meyakinkan Masyarakat bahwa ternyata tidaklah salah “aku mumeleh bapak nte a”, Bupati harus mampu memimpin dan mengelola pendanaan (nti karena rap renye dor oya silenni kune??),Menghadapi sumber daya yang terbatas, jangka waktu singkat,dan harapan tinggi. Bila hal ini terlaksana sehingga akan menambah keyakinan dari masyarakat terhadap kemampuan dan rasa keadilan dari seorang Bupati dalam melaksanakan tugasnya.
Kesenjangan yang Senantiasa Ada
Pada awalnya membiarkan aliran niat baik tanpa beban kontrol manajemen dari Bupati yang selalu memberikan keuntungan komparatif kepada pengusaha-pengusaha secara dadakan. Hal ini nantinya akan hadir pelaku-pelaku bisnis untuk beroperasi yang sering disebut ring 1.
Kelemahan dari Harapan yang Terlalu Tinggi
Bahwa manusia akan kecewa bila mereka menerima lebih sedikit dari apa yang diharapkan, hal itu merupakan suatu kebenaran. Makin besar jurang perbedaan itu makin besar pula kekecawaan mereka. Seperti dikatakan Zeithaml dan rekan-rekannya (1993), “Kekecewaan pelanggan terjadi bila harapan awal terhadap sebuah produk atau jasa lebih tinggi daripada persepsi terhadap produk atau jasa tersebut setelah dibeli.” Fenomena ini mudah-mudahan saja tidak akan pernah terjadi di negeri Antara. Amin…
*Pengamat Politik tinggal di Takengon