Takengen | Lintas Gayo – KIP Aceh selaku penyelenggara Pemilu dituding sudah “menggelapkan” suara DPD dan menggiring orang-orang tertentu sebagai pemenang. Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak mengetahui dengan pasti berapa suara yang ril mereka peroleh.
“Ini ada permainan dan terstruktur serta massif. Para calon DPD tidak diberikan formulir C1 untuk mengetahui berapa suara yang sebenarnya,” sebut Mursyid, salah seorang calon DPD, kepada Waspada, Minggu (27/4) di Takengen.
“Suara saya mencapai 57.831 dihilangkan. Saya akan tuntut KIP Aceh ke Mahkammah,” sebutnya. Menurut peraturan setiap calon DPD harus diberikan satu formulir C1 untuk setiap TPS, guna mengetahui berapa suaranya.
Namun pihak KIP Aceh sudah menanda tangani keberatan calon DPD, bahwa pihaknya tidak ada memberikan formulir C1. Tidak ada satupun calon yang diberikan formulir C1. Anggaran untuk formulir C1 itu jelas.
“Seharusnya setiap TPS untuk calon DPD disediakan 40 lembar formulir C1 sesuai dengan jumlah calon. Setiap calon memiliki pegangan C1, untuk mengetahui berapa suara semua peserta DPD. Namun ini bagaikan bukan pemilu, semuanya suara itu tidak ada dalam formulir C1,” sebutnya.
Di Aceh ada 5.000 TPS. Dengan demikian setiap calon berhak memiliki 5.000 formulir C. Seharusnya untuk Aceh ada 200 ribu lembar formulir C1 untu setiap calon DPD.
“Suara saya hilang mencapai 57.831. Suara itu diketahui berdasarkan hasil laporan via telp dari saksi di lapangan. Bagaimana saya mau membuktikan suara itu, sementara calon DPD tidak diberikan formulir di setiap kabupaten,” sebutnya.
Selain persoalan formulir, KIP Aceh juga sudah “merekayasa” permainan ini. DPD diberikan jadwal untuk kampanye di 23 Kabupaten. Tidak mungkin calon DPD bisa berkampanye di seluruh kabupaten dan mengumpulkan massa.
Namun ada calon yang dikondisikan bisa kampanye di seluruh kabupaten, sekaligus dengan kampanye partai. DPD itu bukan partai dan bukan calon partai, mengapa ada calon DPD yang melakukan kampanye dengan partai, tanya Mursyid.
Di Indonesia tidak ada desk pemilu, tetapi mengapa di Aceh ada? Tanya Mursyid. Seluruh desk kabupaten mengirimkan peroleh suara pemilu ke Gubernur. Tujuannya agar suara diketahui menjelang diadakan rekapitulasi, sehingga dapat dikondisikan di lapangan, untuk siapa suara.
Seharusnya hasil suara itu ditempel dan diumumkan ke publik, agar diketahui. Namun KIP Aceh tidak melakukannya. Permainan itu sudah sistematis dan terstruktur. KIP Aceh harus bertanggungjawab, karena suara DPD di Aceh tidak jelas.
“Kami akan gugat ke MK,” sebut Mursyid. “Gugatan ini bukan untuk saya, tetapi pembelajaran untuk semua pihak, agar pemilu itu jujur dan adil. Saya tidak mungkin duduk di DPD, tetapi ini harus saya perjuangkan,” sebut Mursyid. (b32) (Terbit di Waspada edisi Senin/ 28 April 2014)