Sebuah langkah besar saya kira, menyelenggarakan even bola kaki dengan basis kelompok umur. Apalagi diselenggarakan dengan niat menciptakan bibit pesepak bola handal di tengah maraknya turnamen yang diperuntukkan buat umum. Umum di sini, turnamen sekelas tarkam yang saban tahun pasti ada diselenggarakan di beberapa tempat.
Secara pribadi saya senang dengan panitia penyelenggara, pihak sekolah sepak bola Pante raya, yang mau bersusah payah menyelenggarakan even liga remaja usia 18 tahun. Dan beruntung sekali mereka bisa meyakinkan pucuk pimpinan tertinggi kabupaten Bener Meriah agar bisa mendukung penuh kegiatan ini. Alhasil turnamen ini bertitel, Open Liga Remaja Usia 18 Tahun Bupati Cup I Ir. H. Tagore Abubakar.
Liga Remaja ini diikuti 72 klub atau sekolah sepak bola di seantero Bener Meriah dan Aceh Tengah. Selain klub dari kedua kabupaten ini, juga diikuti oleh satu tim luar kedua kabupaten ini, SMAN 2 Panton Labu, Aceh Utara. Hingga tulisan ini dibuat, liga yang dimulai di akhir Desember 2010 ini masih berlangsung.
Selain berani menyelenggarakan liga remaja ini, ada beberapa hal positif yang dapat kita harapkan dari liga atau kompetisi ini. Pertama, dari liga ini kita berharap semua pihak berlaku jujur. Mengapa jujur sangat diperlukan dalam sepak bola, bagaimana hubungannya. Bila melihat secara nasional, apalagi saat ini demam tim nasional Indonesia sedang membara, tim sepak bola Indonesia sering sekali berjaya di usia remaja di regional Asia Tenggara. Namun lambat laun malah keok saat mereka beranjak senior. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya pemalsuan umur. Sehingga regenerasi yang dilakukan secara instan hanya merugikan sepak bola masa depan.
Pemalsuan umur ini juga sering sekali merambat ke daerah tak terkecuali di daerah kita. Penulis juga sering sekali melihat ini sebagai cara instan untuk memenangkan sebuah pertandingan. Padahal secara jangka panjang tentu saja bisa merugikan bibit muda yang lain. Tak hanya di sepak bola memang, di cabang olah raga lain pun ini kerap terjadi. Untuk berhasil di masa yang akan datang, jujur adalah salah satu kunci keberhasilan.
Hal kedua adalah menumbuhkan sikap fair play di lapangan. Sebelum saya jabarkan sedikit tentang fair play, saya ingin sekali bernostalgia dengan sepak bola di daerah kita. Saya memang sudah lama berada di negeri lain demi menuntut ilmu. Hal yang saya ingin lihat setelah saya ulak ku bide tentu saja sepak bola di Takengen atau di daerah lain di aceh tengah dan Bener Meriah. Mengapa, karena ada sebuah “seni” atau “resam” bila menonton bola di sini, yaitu bisa menonton di pinggir garis lapangan dan tentu saja, negatif memang, melihat kekeru di lapangan antar pemain pun penonton. Selain juga intrik-intrik lain yang malah terkadang tak masuk di akal sehat. Ya, itulah sepak bola. Tak hanya di sini, di seluruh tempat di nusantara ini, adu otot menjadi menu tontonan sehari-hari.
Di sinilah saya berharap, liga remaja ini bisa mengajarkan bagaimana bermain bola dengan baik. Kontak fisik kerap terjadi saat main bola. Permainan keras dan semangat juga tak terhindarkan. Konon lagi mereka adalah remaja yang sangat tulus bermain bola. Di sini peran pengurus klub dan panitia, termasuk wasit, mengajarkan bagaimana anak-anak ini mau membiasakan minta maaf bila membuat pelanggaran, baik sengaja dan tidak sengaja. Alangkah indahnya sepak bola kita bila melihat anak-anak ini mengulurkan tangan ke pemain lawan saat mereka jatuh. Apalagi budaya bersalaman di budaya kita juga sebuah kebiasaan yang baik.
Ketiga adalah bebas berkreasi di lapangan. Tak salah memang manajer atau pendukung berteriak dari pinggir lapangan. Namun bila sudah menendang pun diatur, sepertinya sangat disayangkan. Biarlah mereka berkreasi di lapangan. Biarlah mereka yang mengatasi tekanan dengan sendirinya. Tekanan non teknis hanya membuat kreasi mereka menjadi lemah.
Secara pribadi, tak saban hari menonton sih, saya menyesalkan kejadian tanggal 1 Februari 2011 lalu. Dimana kedua tim tak bisa menahan diri. Malah para pendukung pun ikutan menjadi gila. Inilah hasil melihat abang-abangnya bermain dan tak ayal meniru perbuatan itu adalah halal.
Ya, seperti kata pepatah, nila setitik hancur susu sebelanga. Namun saya berharap, tak demikian lah. Maju terus sepak bola Gayo. Semoga bisa berbicara di kancah sepak bola lokal dan regional
*) Pemerhati Olahraga berdomisili di Takengen
Ya cobalah Departemen pendidikan dengan dinas olahraga setempat menggodog sistem kompetisi yang berkelanjutan untuk siswa sekolah ini. Biar jadi semacam NCAA di Amerika.
Jepang maju olah raganya kan berkat sistem seperti ini.
Sebagai langkah awal bisa dimulai dari sepakbola, selanjutnya diikuti dengan cabang-cabang olah raga lain yang menjadi andalan tanoh Gayo. Entah itu atletik atau Sepeda gunung.