Yusradi yang juga pengurus Bidang Pendidikan Musara Gayo Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODETABEK) mencontohkan, Aceh lulus UN dengan hasil yang memuaskan. Tapi, yang masuk ke Universitas Syiah Kuala (Unsyiah)—perguruan tinggi kebanggaan masyarakat Aceh—kebanyakan berasal dari luar. Bahkan, Unsyiah masih berakreditasi C. Dan tahun 2010 kemarin, Unsyiah juga tidak masuk peringkat 57 besar seluruh PT Indonesia berdasar peringkat Webometrics.
“Mungkin kebayakan lulusan Aceh ikut SMNPTN (kuliah) di luar Aceh?” tanya Gurniandi yang memandu acara tersebut. “Bisa jadi,” jawab Yusradi. Secara sederhana, kalau untuk Unsyiah saja sulit kita tembus, bagaimana PT di atasnya? tanyanya lagi. Lulusan SMA sederajat dari Takengon misalnya, tambah Yusradi, tahun 2010 lalu, hanya 3-4 yang lulus ke Unsyiah melalui jalur SMNPTN. Ke USU, dari tahun 2002-2010, kurang dari 6 yang lulus tiap tahunnya.
Sebagai perbandingan, tahun 1962, ada 12 orang Gayo (dari Takengon) yang belajar di Uni Sovyet, 2 di Cekoslawakia, 1 di Australia, dan 1 orang di Jepang. Belum lagi, yang lulus di Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Pajajaran (UNPAD) dan PT 10 besar Indonesia lainnya. Padahal, waktu itu, keadaan ekonomi masyarakat dan transportasi sangat sulit, sarana-prasarana pendidikan tidak seperti sekarang dan keamanan pun kadangkala tidak stabil. Namun, kualitas mereka (pendidikan) jauh di atas rata-rata, selain tekad, keuletan, dan didukung dengan usaha yang maksimal. (Win Kin Tawar)
seluruh stake holder yang berkaitan dengan pendidikan yang ada di aceh(khususnya aceh tengah)agar mengambil langkah strategis untuk perencanaan serta membangun visi dan misi pendidikan, minimal untuk 10 tahun kedepan. bila perlu lakukan studi banding ke tempat yang sudah maju dunia pendidikannya. dan buatlah time schedule yang jelas dan ketat. karena kelemahan mendasar yang terjadi selama ini adalah kurangnya managerial yang andal dan kurangnya pemahaman terhadap esensi pendidikan itu sendiri. ditambah lagi dengan sikap fanatisme kedaerahan yang keliru terhadap objektifitas dalam dunia pendidikan. semoga semua persoalan yang terkait dengan pendidikan di aceh bisa diurai secara tepat dan simultan.amin.
Tradis sekolah di Gayo hanya menumpukan pendidikan di sekolah, untuk di rumah orang tidak ada yang terlibat (membiarkan anak mereka tanpa kontrol), paneke nge gerepe terserah