Banda Aceh | Lintas Gayo – The Gayo Institut (TGI) Takengon, Aceh Tengah segera akan menerbitkan Antologi Puisi bersama kedua kalinya, setelah Antologi Puisi PASA. Antologi tersebut dengan judul tunggal KOPI, ditulis oleh penyair-penyair asal Aceh yang tersebar di seluruh Indonesia baik penyair-penyair muda maupun penyair senior.
Direktur The Gayo Institut Salman Yoga kepada Lintas Gayo, Minggu 25 Nopember 2012 mangatakan puisi yang telah terkumpul saat ini berjumlah 236 puisi dari 59 penyair asal Aceh, masing-masing penyair mengirirm 4 puisi. Penyair tersebut tersebar di seluruh Indonesia, dari Takengon, Banda Aceh, Medan, Riau, Padang, Jakarta, Yogyakarta, Bali, Makasar dan daerah lainnya di seluruh Indonesia.
Salman Yoga menambahkan puisi yang berasal dari 59 penyair ini sekarang sedang dalam tahap seleksi oleh kurator. Tidak semua puisi tersebut masuk dalam antologi puisi Kopi, namun puisi-puisi yang dipilih kurotorlah yang layak dimasukan dalam antologi tersebut. Ada beberapa tahap pemilihannya, diantaranya seleksi oleh tim, seleksi redaktur TGI, dan seleksi di editor.
“Ada tiga kriteria Kriteria seleksi puisi tersebut yang dinilai oleh kurator dalam pemilihan untuk antologi puisi Kopi, diantaranya kesesuaian tema (kopi) dengan judul yang dibuat oleh penyair, tentang kontent puisi dengan tema puisi, dan substansi puisi terkait dengan kopi. Kemudian yang majandi kurtornya ada empat orang, dua orang dari dewan redaksi TGA (tidak disebutkan namanya), Salman Yoga dan Fikar Weda. Sedangkan yang menjadi editornyanya Salman Yoga dan Fikar Weda juga,” paparnya.
Antologi Puisi Kopi akan terbit secepatnya, ungkap Salman dan direncanakan antologi puisi ini akan terbit pada awal 2013, kemudian akan dilaunchingkan di dua tempat di Takengon (Aceh Tengah) dan Jakarta serta di tempat lainnya kalau dibutuhkan. Harapan saya semoga buku ini dapat diterima oleh sastrawan dan masyarakat umum.
“Tujuan penebitan buku antologi puisi Kopi ini untuk mempromosikan penghasilan daerah khususnya daerah gayo yang menjadi penghasilan utamanya adalah kopi, kemudian kopi juga menjadi icon di Aceh pada umunya,” pungkas Salman. (Ansar Salihin)