Secangkir kopi Untukmu, Jo
malam baru saja dimulai
uap-uap di lantai dapur mengundang
aku akan menenung kelam
meracik segelas kopi hitam
untuk kau tandaskan
kita tidak akan tidur
siapapun di rumah ini telah tahu
serbuk kopi pilihan akan membuatmu merana
tak bisa lelap dan berkeringat sepanjang malam
kupastikan tak ada mantra
dalam cairan pekat itu
hanya serumpun kisah cinta kutiup diam-diam
agar menumbuhkan karat
menyuburkan muslihat
secangkir kopi untukmu, jo
kini malam-malam itu tiada
bersama kepergian yang tak kuduga
siapa pun pasti pulang
tapi tak kusangka secepat ini
aku masih mengingat caramu mengaduk
cerita tentang pemanen karet
dan kopi mereka yang bercampur jagung
hari telah malam
dan entah sudah berapa gelas
aku masih menyiram tubuh dengan kesedihan
seluka kopi yang kubuat
tak ada kamu lagi
menemani kenakalan malam
mabuk angan-angan
–
Orang-orang Bermata Kopi
mengingat Rosdi Bahtiar Martadi
akhirnya kau menyukai kopi
padahal sebelumnya selalu menolak tawaranku
tanpa rokok
kau menyesap kemesraan malam
bertamu dan berbagi kisah
dalam cerita, terselip duka penambang ijen
kisah tumpang pitu dan orang-orang bermata kopi
lain waktu kau datang
siang hari dan meminta serbuk kopi
ah, kegilaan apa yang hadir dalam dirimu
menikmati kopi serupa makan kerupuk
kali ini tak ada cerita,
sebab suamiku telah pergi
kau hanya berdiam di luar rumah
tak ingin melihat ladang kopi yang siap kupanen
akhirnya kau menyukai kopi, rosdi
menikam lambung milik sendiri
dan mengakhiri segala sungkawa
–
Pesta Kelam Peminum Kopi
buat Achmad Ardiyan
pesta malam ini tanpa kopi, ardiyan
maukah kau berlama-lama di rumahku
menghabiskan rokok tanpa kopi
mampukah?
persediaan di dapur habis sudah
tujuh hari setelah kematian suami
lumbung kopi kubakar
biarlah asapnya membumbung
aroma sampai ke kota-kota jauh
mulutku terkunci
rasa kopi begitu pedas dan menyakitkan hati
pesta malam-malam berikutnya tanpa kopi, ardiyan
akankah kau datang dan berlama-lama di rumahku
kelak, kita akan menumbuk kepingan cerita
mencampurnya dengan kenangan milik suamiku
di tempat yang berbeda
penjual kopi berdatangan mereka menawarkan
aroma baru
—
Dian Hartati, lahir 13 Desember 1983. Mengelola blog sudutbumi.wordpress.com. Kumpulan puisi tunggalnya Kalender Lunar (2011). Tahun 2012 puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan diikutsertakan dalam acara Jemuran Puisi di depan Danau Zug, Switzerland. Mendapatkan berbagai penghargaan penulisan karya sastra, salah satunya Anugerah Sastra Jurdiksatrasia (2006). Saat Dian Hartati tinggal dan menetap di Cimenyan Bandung Jawa Barat.
Puisi Dian Hartati telah lulus seleksi tahap pertama dan dinyatakan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan The Gayo Institute (TGI) dengan editor Fikar W Eda dan Salman Yoga S.