Puisi Kopi Win Yusri Rahman
Jamur Raya
Antara Danau Lut Tawar dan Pantan Terong
jalan setapak dan mendaki
bebatuan kecil-besar dan sedikit licin
Butiran berlian di dedaunan setiap pagi
menyentuh para pejalan kaki yang melintasi
di ketinggian 1200 dari permukaan laut
hijau terbentang sepanjang mata memandang
buah jeruk dan alpukat laksana bintang
di atas merah-merahnya isi bumi
kami tumpukan hidup di ketinggian
merahnya ditunggu
hitamnya diteguk
Empus kopi jamur raya
–
Pesan di Kebun Kopi
Jarijemari tak lentik menari-nari
Menggapai si merah tuk dieksploitasi
satu persatu menyatu dalam goni
bekal hidup dipetik dari pohon kopi
“bacalah buku perkaya diri”
“banyak buku awan Latief Rousydi”
“kelak bisa seperti awan diri”
tinggal di dataran tinggi
jadilah ulama polisi atau ABRI
karna kami anak petani kopi
—
Puisi Kopi Mukhlis Muhdan Bintang
Syahadat Emas Merah
Tengadah taruh harap pada emas merah di hamparan bukit para Aulia
Semai biji berparas permaisuri pada tempat keabadian ibu manusia
Dzikir rasa samudera hati
Energi resap di pori-pori setengah terbuka
Akar menghujam ke inti bumi muntahkan energi daun pun kuncup
Kupu-kupu sumeringah bahagia di atas bahagia
Tengadah taruh pada emas merah
Hentak sebilah besi putih
Rebah Nunem pancang baris
Panas panggang
Air tumpah
Desah pasrah bukan kalah
Tengadah harap pada emas merah di hamparan bukit para Aulia
Kabut puncak disekeliling semesta
Burung tak lagi bernyanyi
Angin berhenti bermelodi
Daun puasa menari
Hening hening hening hening
Kara pada kekaraan sebenaranya
Alun Tahmid, Tahlil Syahadat sufi
Subhannallah, walhamdulillah walailahaillallah wallahuakbar
Asyhaduanla Ilahhaillallah WaasyhaduannamuhammadarRasulullah
Kunikah kan akan dikau emas merah binti kehidupan dengan mahar angin, air dan api
Kuterima nikahnya emas merah binti kehidupan dengan mahar angin, air dan api
Sah, sah, sah?
Sah, sah, sah
Alam berpesta dengan sejuta tasbih padaNYA
Tengadah emas merah di hamparan bukit
Gumam mantra tanpa kemenyan
Cemucut, engap maaf harap akar tak menyerap gizi banyak
pucuk tak tegap kilat
Rajah mantera dalam kefanaan wushul di damai gumpalan suci
Peputer, sesongot, babi dan sahabat-sahabat makanlah lezatnya emas merah
tidak tamak
Inilah emas merah sumber kehidupan yang bersyahadat di hamparan bukit para Aulia
Pusara Gajah Putih, 18 Januari 2013
—
Wen Yusri Rahman, lahir di Takengen 06 Maret 1983, putra H. Abd. Rahman, S.Pd dan Hj. Yuslita, S.Pd. Alumnus Ponpes Darul Arafah – Medan dan Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Aqidah – Jakarta Timur. Lelaki yang sudah bermomongan satu putra ini bekerja sebagai kuli tinta dan masih tercatat sebagai mahasiswa Pasca Sarjana Unsyiah serta Ketua LSM Universal Development and Research.
Mukhlis Muhdan Bintang, putra kampung Bintang kelahiran Tgl. 04 Oktober 1986 adalah alumnus Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Islam Negeri (UIN) Malang-Jawa Timur. Pernah menjabat sebagai Ketua IPPEMATANG (Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Tanoh Gayo Malang serta Ketua ADC (Advance Debate Community) (2006) UIN Malang. Mukhlis Muhdan yang akrap disapa dengan Aman Alaska mempunyai hobi menulis, traveling dan hiking. Saat ini bekerja sebagai Pamong Budaya untuk wilayah Kabupaten Aceh Tengah.
Puisi-puisi karya Wen Yusri Rahman dan Mukhlis Muhdan Bintang diatas dinyatakan lulus seleksi tahap pertama dari sejumlah karya yang dikirimkan, dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan The Gayo Institute (TGI) yang dieditori oleh Fikar W Eda dan Salman Yoga S.