Puisi Kopi Intan Sari

Panen Kopi

Gembira tak terperi
Pandangi tanaman yang satu ini
Tanaman kopiku tumbuh, berkembang, membuahkan
Bulat merah hijau bergelantungan dari rerantingan
Berlimpah ruah
Indah diliat tak tega memetik, cantik

Aku berada diantara batang-batang kopi
Mereka mulai menjulang tinggi
Bukan hanya kita yang senang melihatnya
Bahkan benalu tumbuh menempel disana

Jauh ku terlusuri lagi
Tampak biji kopi yang sudah terkuliti
Bergumpal menjadi satu
Berbentuk aneh yang awalnya aku tak tahu
Ternyata memiliki khasiat, manfaat

Seperti berada ditempat baru
Kuhirup udara pagi itu
Sejuk, mengalir ke relung-relung dada
Bahagia
Panen segera tiba

Bukan Kopi Yang Bertahta

Tersandar di kursi melepas kelelahan
Berpikir keras mencari titik terang
Kopi hangat belum kunjung datang
Hingg senjapun tiba

Warung kopi
Ramai, banyak peminat
Tegukan nikmat yang dinantikan
Aromanya wangi, menenangkan

Tak lama kemudian suara adzan menggema
Seruan agar segera menghadap-Nya

Kenapa?
Tak ada yang bergerak
Diam, santai, seperti tak menghiraukan
Malah melanjutkan pembicaraan
Peringatan pun berlalu bagai angin lalu

Secangkir kopi penetral perasaan
Semua tergiur nikmat dan ketenangan
Kesenangan yang sementara
Yang kekal akhirnya terlupakan
Bukan teman, secangkir kopi tidak bertahta
Kopi ciptaan Yang Maha Bertahta

Kopi Bunda

Tak terelakan lagi, aku candu
Secangkir kopi hangat buatan bunda
Seolah menangkal saraf yang tegang
Menyapa lidah dengan rasa pahit
Manisnya datang belakangan

Bagaikan kehidupan
Sisi pahit manis itu silih berganti datang
Menguatkan, mengandung hikmah

Dirundung duka terselimuti rindu
Merantau, tak dekat dengan bunda
Kuteguk secangkir kopi mengingat bunda
Memang benar
Suasana hati teratasi
Depresi kabur pergi
Tapi, tetap saja
Secangkir kopi ini
Tak seenak buatan bunda

Mengeluh Pada Secangkir Kopi

Merenung untuk mencari pembenaran
Bingung tak menemukan jawaban
Padam, gelap, hitam, pekat
Tak ada cahaya terang yang menjelaskan
Tak mengerti dengan keadaan
Apa yang salah dari ukhuwah ini
Kenapa aku sendiri?
Sunyi sepi, aku sesak
Tak ada tempat berbagi, aku sendiri
Hanya ditemani secangkir kopi

Haruskah berbagi dengan secangkir kopi?
Berbagi dengan air hitam pekat?

Kopi katanya mengatasi suasana hati
Bahkan depresi
Kuteguk berharap perasaan ini lebih baik
Tapi kenapa?
Dingin, pahit, tak ada aroma
Huh…
Secangkir kopi juga tak bersahabat lagi

New Picture (6)Intan Sari lahir di Takengon 29 Januari 1992, dari pasangan Ama (ayah) dan Ine (ibu) yang berprofesi sebagai guru di Kabupaten Aceh Tengah tetapi tetap berkebun kopi. Alumnus SMAN 1 Takengon yang masih tercatat sebagai mahasiswi di FKIP Unsyiah Banda Aceh sambil mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di lembaga Cendekia, serta  staf pada lembaga SBS (Sang Bintang School) Aceh. Intan Sari yang hidup dan sekolah di biayai dari dua sumber penghasilan orangtuanya yaitu uang negara dan hasil panen kopi ini dapat dihubungi di alamat intnsmangt@yahoo.co.id

Puisi-puisi karya Intan Sari diatas dinyatakan lulus seleksi tahap pertama, dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan editor Fikar W Eda dan Salman Yoga S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.